Banyak orangtua yang menginginkan anaknya gemuk karena terlihat sehat dan menggemaskan. Padahal pemikiran tersebut harus dikaji ulang karena kegemukan bukan tolak ukur kesehatan, justru kondisi itu mengundang banyak penyakit.
Seorang anak dianggap sehat jika berat badannya tidak melebihi kurva pertumbuhan sesuai usianya. "Anak yang sejak kecil sudah gemuk biasanya akan tumbuh menjadi dewasa yang gemuk pula," kata Prof. Jose Rizal Batubara, Sp.A (K), ahli endokrin dari FKUI/RSCM Jakarta.
Ia menjelaskan, obesitas adalah salah satu faktor risiko penyakit jantung dan diabetes. Penelitian juga telah menunjukkan bahwa status nutrisi yang buruk, termasuk kegemukan, dapat memengaruhi fungsi otak dan perkembangan perilaku.
"Komplikasi dari kegemukan sangat banyak, termasuk juga membuat anak merasa tidak percaya diri sehingga mudah depresi," katanya.
Fenomena anak obesitas dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi keprihatinan para pakar kesehatan. Di Indonesia angkanya terus meningkat. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan tahun 2010, ada 14 persen anak obesitas. Di kota Jakarta angkanya bahkan lebih tinggi lagi, yakni mencapai 19 persen.
"Kalau di negara maju, pemerintahnya sudah membuatkan program pengendalian berat badan anak. Misalnya di Singapura, anak-anak sekolah diwajibkan berolahraga dulu sebelum masuk kelas," katanya.
Obesitas terjadi karena berbagai faktor, seperti genetik dan lingkungan. "Genetik memang ada pengaruh tapi jika pola makannya tidak berlebih dan anak banyak bergerak ia tak akan kegemukan," katanya.
Dari faktor pola makan, pakar gizi Dr. Fiastuti Witjaksono, Sp.GK, mengatakan agar anak diajari untuk membatasi asupan kalorinya. "Kelebihan energi pada anak akan ditimbun menjadi lemak," katanya.
Kebiasaan mengasup makanan berkalori tinggi, termasuk makanan yang mengandung gula tambahan, menurut Fiastuti bisa membuat anak kecanduan.
"Karena dibiasakan mengasup makanan berkalori tinggi anak akan sulit mengubah kebiasaan makannya, padahal makin besar biasanya aktivitas fisiknya cenderung menurun," katanya. (health.kompast)
Seorang anak dianggap sehat jika berat badannya tidak melebihi kurva pertumbuhan sesuai usianya. "Anak yang sejak kecil sudah gemuk biasanya akan tumbuh menjadi dewasa yang gemuk pula," kata Prof. Jose Rizal Batubara, Sp.A (K), ahli endokrin dari FKUI/RSCM Jakarta.
Ia menjelaskan, obesitas adalah salah satu faktor risiko penyakit jantung dan diabetes. Penelitian juga telah menunjukkan bahwa status nutrisi yang buruk, termasuk kegemukan, dapat memengaruhi fungsi otak dan perkembangan perilaku.
"Komplikasi dari kegemukan sangat banyak, termasuk juga membuat anak merasa tidak percaya diri sehingga mudah depresi," katanya.
Fenomena anak obesitas dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi keprihatinan para pakar kesehatan. Di Indonesia angkanya terus meningkat. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan tahun 2010, ada 14 persen anak obesitas. Di kota Jakarta angkanya bahkan lebih tinggi lagi, yakni mencapai 19 persen.
"Kalau di negara maju, pemerintahnya sudah membuatkan program pengendalian berat badan anak. Misalnya di Singapura, anak-anak sekolah diwajibkan berolahraga dulu sebelum masuk kelas," katanya.
Obesitas terjadi karena berbagai faktor, seperti genetik dan lingkungan. "Genetik memang ada pengaruh tapi jika pola makannya tidak berlebih dan anak banyak bergerak ia tak akan kegemukan," katanya.
Dari faktor pola makan, pakar gizi Dr. Fiastuti Witjaksono, Sp.GK, mengatakan agar anak diajari untuk membatasi asupan kalorinya. "Kelebihan energi pada anak akan ditimbun menjadi lemak," katanya.
Kebiasaan mengasup makanan berkalori tinggi, termasuk makanan yang mengandung gula tambahan, menurut Fiastuti bisa membuat anak kecanduan.
"Karena dibiasakan mengasup makanan berkalori tinggi anak akan sulit mengubah kebiasaan makannya, padahal makin besar biasanya aktivitas fisiknya cenderung menurun," katanya. (health.kompast)
Anak Montok Belum Tentu Sehat
4/
5
Oleh
Unknown